Introduction
Tempat ini sangat tepat bagi anda yang ingin belajar bahasa inggris secara intensif dan komprehensif, walaupun kemampuan anda masih NOL besar…
Tentang suasana disana, selayaknya kondisi daerah Jawa Timur pada umumnya, cukup panas bagi orang Jawa Barat – anda bisa mandi sesering anda bisa – namun relatif lebih teratur. Terletak di beberapa desa yakni desa Pelem, Tulungrejo, dan ‘anu’ (lupa). Suasana lebih mirip perumahan di Jawa Barat yang berblok-blok dengan jalan beraspal berpinggirkan pohon kersen.
Di tempat tersebut, terdapat banyak sekali lembaga kursus bahasa inggris (umumnya) maupun bahasa lainnya seperti : arab, jepang, cina, korea, sayangnya tidak ada lembaga bhs Jawa J… Selain bahasa, ada juga kursusan komputer dan sempoa aritmatika, dengan biaya yang miring juga tentunya. Ada gula ada semut. Ada kursusan ada kosan juga tentunya…
Perlu diperhatikan, bahwa artikel ini subjektif berdasarkan pengalaman saya pribadi. Kasusnya bisa berbeda untuk orang dan situasi yang berbeda pula… Saya tekankan, saya bukan staf dari salah satu lembaga disana. Saya lulusan Matematika ITB. Mohon maaf jika ada pihak yang merasa di untungkan terlebih yang dirugikan, tidak ada maksud apa2 dari tulisan ini selain berbagi informasi berhubung banyak teman yang bertanya dan kurangnya informasi yang tersedia di web. Tambah lagi, sekarang saya sudah tidak di Pare lagi… saya berada di belahan dunia lain yang cukup dingin
Program
Umumnya, kegiatan belajar di kelas diselenggarakan setiap hari, bahkan bisa sampai 3 kali sehari. Tapi gak perlu takut… tetap ada libur kok, sabtu dan minggu, walaupun terkadang hari sabtu juga ada kelas, kalau memang diperlukan… Jadi jika mengambil lebih dari dua program bersamaan, dijamin bakalan ‘lumayan’ sibuk tuh, ato bahkan terpaksa selang-seling bolos karena ikut kelas program yg laen.. (aku salah satu oknumnya )
Untuk memilih program yang tepat bagi anda, saya sarankan pilihlah program dibeberapa kursusan yang berbeda sesuai dengan spesialisasi/karakteristik kursusan yang bersangkutan. Untuk itu, saya bagi lembaga2 bahasa disana berdasarkan materinya, yaitu: (ini versi saya loohh…)
1. Grammar (basic, translation, writing)
Untuk urusan yang satu ini saya punya dua nama, ELFAST dan SMART. Sejujurnya, saya tidak pernah belajar di smart namun saya siswa tulen nya elfast. Karakteristik kedua lembaga ini adalah ahli dalam urusan grammar (basic), namun elfast lebih ahli (terahli) dalam advance grammar plus langsung menerapkannya dalam materi translation dan writing. Perbedaan lainnya, di elfast lebih bersifat kuliahan yakni terserah kedewasaan anda dalam belajar dan memilih kelas, anda bisa melahap habis semua materi dalam 3-4 bulan (termasuk TOEFL) dengan mengambil dua program sebulannya. Saran saya ambil basic I dan II (bln I), translate dan writing (bln II), grammar school/bedah buku dan TOEFL (bln 3) dengan tidak mengambil kelas pre-grammar (sangat dasar) dan pre-TOEFL (kelas ini saya sarankan untuk di ikuti hanya jika anda tidak mengambil translation atau writing). Sedangkan di smart, lebih saklek. Salek yang pertama, pengambilan kelas harus terurut mulai dari awal dahulu, tidak bisa loncat atau ngambil dua sekaligus dan ada testing masuk, alhasil anda perlu minimal 4 bulan untuk 4 kelas dalam menamatkan studi disini. Saklek yang kedua, anda diharuskan menghafal materi termasuk certain word nya. Setiap hari anda harus setor hafalan kepada teacher anda. Namun demikian, saya kira tempat ini sangat bagus bagi anda yang perlu tekanan untuk belajar dan memiliki waktu luang. Saran saya, setelah anda beres belajar di smart, lanjutkan di elfast mulai dari translation sampai TOEFL.
Yg lainnya: Mahesa, Kreshna, Logico, BEC, EECC, dll…
1. Speaking
Klo yang ini saya ga bisa ngomong banyak, karena saya hanya ikut satu kali kelas speaking di Marvellous. Namun, berdasarkan kabar temen2 disana, lembaga speaking yang termahsyur disana adalah DAFFODILS. Kabarnya, di tempat ini anda terpaksa dan dipaksa untuk berbicara di kelas sekemampuan anda. Alhasil anda terbiasa ng-english tanpa canggung ama yang namanya grammar… Grammar? Emang gue pikirin… gitu katanya…
Yg lainnya: Mahesa, Logico, Marvelous, Awareness, dll…
1. Pronunciation and Expression
Nah, untuk yang ini, MARVELLOUS is strongly recommended lah pokoknya… pengalaman sang president, Mr Tantowi, yang 5 tahun berpendidikan bahasa di Amrik jaminannya. Disini anda akan belajar cara ngomong mulai dari huruf, kata, sampe kalimat, weak n strong form dan banyak lagi sampe orang ga bakalan ngerti sama apa yang kamu ucapin…J disamping itu, expression asli made in Amrik nya banyak banget (bukan ekpresi Indonesia to English)… mulai ekspresi sopan dan santun sampe ekpresi ‘tiittt!!’… banyak tersedia disini.. Kalau bisa, sempatkan untuk ngekos disini biar dapat daily expressions yang melimpah.
Yg lainnya: Daffodils, Awareness, dll…
1. TOEFL
Klo TOEFL, balik lagi ke ELFAST. Duet sang jawara grammar, Mr Andre ama Mr Sonhaji, jadi jaminannya. Teope begete deh…
Yg lainnya: Mahesa, dll…
Catatan: ‘Yg lainnya’ juga ga kalah bagusnya sebenarnya. Ada ‘dll’ karena masih banyak lagi kursusan yang aku ga tau.
Umumnya setiap program diselenggarakan untuk lama belajar selama 1 bulan. Terdapat dua gelombang, yaitu gelombang pertama periode tanggal 10 setiap bulannya dan gelombang kedua periode tanggal 25. Jadi, jika anda berniat kesana, datanglah sebelum tanggal 10 dan 25. Penting untuk diketahui, pada musim liburan sekolah/kuliah, banyak sekali orang yang datang sehingga jangan heran kalau susah sekali mencari kosan yang kosong dan biasanya kuota program sudah habis sebelum tanggal 10 atau 25, so… cepat2lah daftar !! first come first serve…
Kosan
Kosan terbagi dalam setidaknya dua kategori. Pertama pure kosan, kedua kosan English area. Pure kosan maksudnya adalah kosan yang asli kosan, hehe…. Namun, anda bisa memilih mau ngekos di asrama pesantren ato di kosan biasa ato di kosan yang lengkap sama berbagai macam aturan. Klo English area, yaitu kosan yang juga memiliki program bahasa English, mulai dari kewajiban berbahasa inggris sehari-hari sampe kelas inggris seperti telah saya uraikan dalam ‘Program’. Kosan putra dan putri terpisah tentunya… yah… L
English area: Access, Marvelous, Eternity, dll…
Biaya
Hhm… Loe pade bakalan terkejut klo dah nyampe urusan yang satu ini…. Berikut adalah data pada Desember 2009: (rata2)
Kursus perprogram : 80rb perbulan
Pure kosan : 50rb perbulan
English area : 100-150rb perbulan
Makan pagi (nasi pecel) : 2000-3500
Nasi ayam bakar : 4000
Nasi soto : 2500
Es jeruk : 1000
Bakso : 2500
Buah2n : 500
Alhasil, biaya total selama sebulan + 500 rb sudah termasuk minuman ringan (es jeruk dll), internet 3000/jam, dan buku2. Tips, belilah buku sebanyak2nya, harganya miring banget walau dibanding palasari sekalipun… tapi inget, pikirkan pulangnya….
Transportasi
1. Menuju Pare
Kereta
Ekonomi Bandung – Kediri, tarif 38rb, lama + 17jam, berangkat sore sampai pagi (jangan lupa shalat di kereta, tayamum aja).
Dari stasiun Kediri, jalan kaki atau naik becak (max 5rb) ke jalan raya.
Kemudian naik angkot Kediri-Pare (ada tanda P dilingkari) + 25 km 6rb, turun di kantin Danis, Jl. Brawijaya (jangan mau ditawari di antar, mahal). Nah, sekarang anda telah berada di lingkungan Pare, selanjutnya nyari kosan. Untuk nyari kosan, bisa langsung nyari pake becak (jarang ada ojeg) atau jalan kaki. Atau anda titipkan dulu barang bawaan anda di tempat les yang dituju atau ke kontak/teman disana.
Bus
Bus Kramat Djati, 120rb, atau Pahala Kencana, 135rb, Bandung – Kediri. Berangkat sore sampai pagi. Katakan saja sama kendek, ‘Mau ke Pare’ nanti diturunkan di tempat yang dilalui angkot Kediri-Pare.
1. Di Pare
Umumnya untuk transportasi disana, kita beli sepeda bekas aja. Harga sekitar 50-75 rb. Sepeda ini digunakan karena kosan-lesan1, lesan1-lesan2, dan seterusnya lumayan jauh untuk ukuran jalan kaki dengan cuaca yang cukup panas.
Fasilitas
Ngomong2, kampong ini dekat dengan kota kecamatan Pare sehingga fasilitasnya cukup lengkap. Jika anda les di Elfast, berarti anda sudah dekat ke Mesjid Agung Pare dan stadion sepakbola. Tinggal bersepeda sebentar, anda akan sampai di alun2 Pare, pasar, bank Mandiri, BRI dan BNI.
Fasilitas kolam renang dan fitness center pun dapat anda nikmati. Begitu pula dengan akses internet yang relative murah dan cepat.
Tips
Jangan sia-siakan waktu anda di Pare, rencanakan studi anda sependek mungkin. Lagi2 saya sarankan comot setiap program di setiap kursusan yang terbaik di bidangnya.
Alamat
Elfast
Jl. Anggrek No. 17 Pare Telp: (0354) 399844 Pare, Kediri
Marvellous
Jl. Anyelir No. 18 Tulungrejo-Pare. 0888-318-4718 / 081-34567-0535
Daffodils
Jl. Dahlia No. 21 Pare. Telp/SMS: (0354) 7043450
NB :
- Masih banyak lagi kursusan-kursusan yang lain yang saya tidak hafal alamatnya. Maaf klo ga semuanya saya tulis dsni.semoga bermanfaat
Bila ada kisah penguasaan Bahasa Inggris bisa mengubah nasib atau karir seseorang, itu biasa. Kalau bahasa Inggris mampu mengubah wajah suatu perkampungan, itu baru di laur kebiasaan. Hal yang belakangan inilah yang terjadi di Kota Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Kota kecamatan kecil yang terletak 24 kilometer timur laut dari Kota Kediri ini, selain terkenal dengan komoditas madu lebah dan sawo manila, kini memiliki beberapa desa yang dilekati predikat sebagai kampung Inggris. Bukan, bukan karena banyak bule yang berlalu-lalang di sana, melainkan karena menjamurnya tempat kursus Bahasa Inggris di wilayah ini.
Tulungrejo dan Pelem, dari dua desa inilah paling tidak sebutan kampung Inggris berasal. Di sana berderet puluhan lembaga kursus yang mengajarkan kemampuan berbahasa Inggris pada ribuan anak muda dari berbagai daerah di Indonesia. Sebut saja Basic English Course (BEC), Effective English Conversation Course (EECC), Mahesa Institute, Smart International Language College, Manggala English Zone dan sederet nama lainnya. Sebagian besar lembaga kursus ini baru berdiri empat atau lima tahun yang lalu, tetapi beberapa diantaranya telah dikenal sebagai pusat belajar bahasa Inggris sejak awal tahun 1990-an. Bahkan BEC, yang diakui sebagai pendahulu dari semua lembaga kursus yang ada di Pare, sudah berdiri sejak tahun 1977.
Meski terkenal sebagai Kampung Inggris, sebetulnya bukan hanya Bahasa Inggris saja yang ditawarkan oleh lembaga kursus di kawasan Tulungrejo dan Pelem, tetapi juga bahasa Jepang, Mandarin dan Arab. Hanya saja jumlah lembaga dan peminatnya tidak sebanyak di tempat kursus bahasa Inggris, tak heran jika wilayah ini lebih dikenal sebagai kampung Inggris ketimbang julukan lainnya.
“Yang paling awal berkembang dan diminati memang kursus Bahasa Inggris. Saat ini dari 84 lembaga di seluruh Kecamatan Pare, paling tidak 80-an persen mengajarkan Bahasa Inggris,” ungkap Muhammad Kalend (61), pendiri BEC sekaligus tokoh yang berada di balik perkembangan sentra kursus bahasa Inggris di Pare.
Mister Kalend, demikian ia biasa disapa penduduk sekitar dan para siswa kursus, mendirikan BEC di akhir tahun 1970-an awalnya untuk membantu sejumlah mahasiswa yang kesulitan memahami teks-teks bahasa Inggris. Ia memperoleh kemampuan berbahasa Inggris berkat bimbingan almarhum Ustadz Yazied, pengelola Pondok Pesantren Darul Falah, Pare. Ustadz ini kondang sebagai ahli bahasa dan konon sekurangnya 8 bahasa asing dikuasainya. Kini, berkat ketelatenan Mister Kalend selama 28 tahun BEC tumbuh menjadi lembaga kursus terbesar di Pare dengan siswa mencapai 800 orang setiap enam bulannya.
Laris Tanpa Iklan
Citra Pare, terutama Desa Tulungrejo dan Pelem sebagai Kampung Inggris telah memikat minat banyak anak muda dari berbagai daerah di Indonesia. “Saya tahu Pare dari cerita teman saya. Katanya ada kampung Inggris di mana semua orang memakai Bahasa Inggris untuk bahasa sehari-hari. Biaya kursus pun murah-murah, ada yang hanya Rp. 15.000 sebulan. Siapa yang tidak tertarik?,” kata Muttahar, peserta kursus di BEC asal Gerung, Lombok Barat. Dari cerita itu, seusai lulus dari SMA, ia bersama empat temannya memutuskan untuk mengasah kemampuan berbahasa Inggris di Pare untuk bekal mencari pekerjaan. Dalam enam bulan, ia telah lancar dan percaya diri bercakap-cakap dalam bahasa global ini.
Isyam, mahasiswa di Universitas Islam Negeri (UIN) Yogyakarta yang mengambil kelas percakapan di REC (Rhima English Course), menyempatkan diri ke Pare untuk membuktikan cerita gurunya di SMA mengenai keefektifan sistem pengajaran bahasa Inggris di Pare. Lain halnya dengan Basyar, rekan kos Isyam, yang mengaku ikut kursus untuk membekali diri menjadi pengajar di kursus bahasa Inggris di Bantul. Karena itu ia mengambil beberapa program di tempat kursus yang berlainan. “Selain itu, kursus ini untuk persiapan ikut ujian masuk perguruan tinggi di Gadjah Mada. Saya berencana mengambil jurusan Sastra Inggris,” ujarnya mantap.
Seperti halnya pengalaman Muttahar, Isyam dan Basyar, sebagian besar peserta kursus memang mengetahui kisah kampung Inggris hanya dari cerita mulut ke mulut. “Selama ini memang tidak ada tempat kursus yang memasang iklan di media massa, paling banter hanya membuat selebaran dan ditempel disekeliling kampung. Jadi informasi diperoleh dari mulut ke mulut,” kata Afid, pengelola dan pengajar REC. Ia sendiri punya pengalaman berbeda yang mendorongnya untuk belajar Bahas Inggris di Pare. Bukan lantaran reputasi Pare sebagai pusat kursus Bahas Inggris, melainkan gara-gara bersua dengan serombongan gadis yang cas cis cus berbincang dalam bahasa Inggris saat di atas bis antar kota.
Kampung Inggris Julukan Kosong?
Meskipun berjuluk kampung Inggris, jangan dibayangkan wajah Tulungrejo dan Pelem seperti permukiman di luar negeri atau kawasan wisata yang dijejali turis asing seperti di Sosrowijayan, Yogyakarta atau Jalan Jaksa, Jakarta. Suasana di dua desa ini lebih mirip dengan suasana kawasan di sekitar kampus perguruan tinggi. Selain warung makan yang tampak bertebaran, terlihat juga persewaan komputer dan rumah-rumah kos. Jajaran tempat kursus dengan spanduk dan papan nama aneka warna mendominasi sepanjang jalan-jalan utama, terutama di Jalan Brawijaya dan Jalan Anyelir, seakan mencoba meneguhkan julukan Kampung Inggris. Tetapi dinamika ini ditangkap dengan cara pandang lain oleh Mister Kalend.
“Meskipun sudah puluhan ribu orang belajar bahasa Inggris di sini, saya tidak setuju kalau wilayah sini disebut kampung Inggris. Soalnya, warga asli tetap masih banyak yang tidak mengenal Bahasa Inggris. Peserta kursus pun sebagian besar masih berbincang dalam Bahasa Indonesia dan bahasa daerah, termasuk ketika di tempat kursus. Jadi mana bisa disebut Kampung Inggris?”, kata Mister Kalend dengan nada menggugat.
Baginya, julukan kampung Inggris baru layak disematkan jika sebagian besar orang di setiap waktu dan di semua tempat berbicara dalam bahasa Inggris. “Itu pun dengan cara ucap yang tepat, bukan Inggris Jawa, Inggris Sunda atau Inggris Madura,” imbuhnya sembari tertawa. Inggris Jawa, Inggris Sunda maupun Inggris Madura adalah kelakar Mister Kalend untuk menggambarkan cara pelafalan Bahasa Inggris secara medok yang banyak dipraktekkan oleh siswa-siswa yang berbahasa ibu Bahasa Jawa, Sunda atau Madura.
Pendapat Kalend diamini oleh Afid. “Tapi kalau empat atau lima tahun lalu, saya masih setuju dengan julukan kampung Inggris,” ungkap bujangan asal Tulungagung yang akrab dipanggil Mr.Qumpriet oleh para siswanya ini. Menurutnya, saat itu kondisinya lebih mendukung untuk mempraktekkan bahasa Inggris secara aktif setiap hari mulai dari lokasi kursus, warung makan sampai tempat kos.
“Waktu itu setiap tempat kos memiliki pengurus yang membuat program untuk mempraktekkan bahasa Inggris,” lanjut Afid. Ia menilai etos belajar semacam itu mulai luntur, sehingga atmosfir untuk mempraktekkan bahasa Inggris kurang terjaga. Sedang mengenai julukan Kampung Inggris, senada dengan Mr. Kalend, Afid menduga alasan bisnis-lah yang melatarbelakanginya. “Bahasa Inggris di sini kan sudah menjadi komoditas, barang jualan. Jadi wajar kalau julukan kampung Inggris dijadikan seperti merek dagang oleh banyak lembaga kursus,” tambahnya.
Rejeki Bagi Kampung
Lepas dari tepat tidaknya Pare menyandang julukan Kampung Inggris, menjamurnya tempat-tempat kursus di Tulungrejo dan Pelem menjadi sumber rejeki dan meningkatkan taraf ekonomi masyarakat setempat. Banyak rumah penduduk yang disewa untuk dijadikan tempat kursus, meskipun lebih banyak lagi yang dirombak menjadi tempat kos. Selain itu, bermunculan pula warung makan dan jasa pencucian pakaian yang menjadi sumber pendapatan tambahan.
Namun perkembangan ini tidak lantas membuat biaya hidup melonjak. Seperti halnya biaya kursus yang relatif murah, ongkos makan pun sama murahnya. Rata-rata sekali makan dengan menu nasi dan lauk pauk lengkap beserta minuman hanya menghabiskan Rp. 3.500. Biaya kos juga tidak seberapa mahal, berkisar antara Rp. 40.000 hingga Rp. 100.000 per bulan dengan fasilitas kamar berukuran 2 x 3 meter, alas tidur dan lemari pakaian.
Potensi ekonomi sampingan dari bisnis ini memang luarbiasa. Coba bayangkan saja berapa perputaran uang di dua desa ini apabila setiap enam bulan sekali sekurangnya 2000 orang datang bergantian dari berbagai penjuru Indonesia. Hitung saja jika masing-masing peserta kursus membelanjakan, katakanlah minimal Rp. 200.000, maka setiap bulan perputaran uang di Tulungrejo dan sekitarnya mencapai Rp. 400juta. “Padahal saat bulan-bulan liburan sekolah dan kuliah, peminat kursus bisa membludak sampai 5000-an orang,” ujar Afid. Artinya, perputaran uang dalam sebulan di dua desa itu berlipat hingga Rp. 1 milyar!
Angka tersebut tentu bukan nilai yang kecil bagi penduduk yang kebanyakan berprofesi sebagai petani. Tak heran jika lima tahun belakangan ini, seiring makin populernya kawasan Tulungrejo dan Pelem sebagai sentra kursus bahasa Inggris, wajah fisik desa mengalami banyak perubahan. Jalan-jalan tanah di tengah kampung disulap menjadi jalan beraspal mulus dan rumah-rumah penduduk semakin mentereng.
Akan tetapi, di balik geliat ekonomi ini terselip juga ironi. Hampir tidak ada warga asli Pelem dan Tulungrejo yang terlibat langsung dalam pengelolaan tempat-tempat kursus, baik sebagai pengelola maupun pengajar. Banyak diantara anak mudanya yang memutuskan bekerja sebagai buruh pabrik dan profesi lain di berbagai kota, padahal peluang kerja di desanya masih terbuka lebar. “Mungkin mereka merasa gengsi, tapi saya kurang tahu kenapa? Barangkali karena tidak menguasai Bahasa Inggris,” duga Mr. Kalend.
Barangkali inilah pekerjaan rumah terbesar bagi para pengelola lembaga kursus dan masyarakat Pare, yakni menjadikan kaum mudanya dengan percaya diri berkata; “Hi, I am from Pare. And I speak English.”
*****